UU Kesejahteraan Ibu dan Anak Sah! Cuti Melahirkan Menjadi 6 Bulan

Kementrian PPPA

PukulEnam Newsletter

Bergabunglah bersama ribuan subscriber lainnya dan nikmati berita terhangat yang up-to-date setiap paginya melalui inbox emailmu, gratis!



M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… DPR RI melalui Rapat Paripurna pada Selasa (4/6/2024) kemarin mengesahkan RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak yang didalamnya menyatakan pekerja yang melahirkan berhak mendapatkan cuti hingga 6 bulan. Keputusan DPR ini mendapatkan apresiasi dari Menteri PPPA dan KPAI.
 
Selasa (4/6/2024) kemarin, DPR RI resmi mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesejahteraan Ibu dan Anak (KIA). Pengesahan UU KIA tersebut ditetapkan oleh DPR RI dalam Rapat Paripurna DPR RI Ke-19 yang dipimpin oleh Ketua DPR RI, Puan Maharani.
 
"Apakah Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan dapat disetujui untuk disahkan menjadi Undang-Undang?" tanya Ketua DPR RI Puan Maharani pada saat Rapat Paripurna. Pertanyaan tersebut disetujui oleh seluruh anggota dan perwakilan fraksi yang hadir pada rapat tersebut. 
 
RUU tentang KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan terdiri atas 9 (sembilan) BAB dan 46 pasal yang di antaranya mengatur hak dan kewajiban, tugas dan wewenang, penyelenggaraan kesejahteraan ibu dan anak, data dan informasi, pendanaan dan partisipasi masyarakat.
 
Salah satu dari hasil pengesahan UU KIA tersebut menandakan bahwa ibu yang bekerja berhak mendapatkan cuti melahirkan selama 6 bulan. Mengutip dari UU KIA, dalam ketentuan Hak Ibu pada Pasal 4 ayat (3) tertulis bahwa seorang ibu berhak mendapatkan hak cuti melahirkan. "Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), setiap Ibu berhak mendapatkan : a. cuti melahirkan dengan ketentuan: 1. paling singkat 3 (tiga) bulan pertama; dan 2. paling lama 3 (tiga) bulan berikutnya jika terdapat kondisi khusus yang dibuktikan dengan surat keterangan dokter; b. waktu istirahat 1,5 (satu setengah) bulan atau sesuai dengan surat keterangan dokter, dokter kebidanan dan kandungan, atau bidan jika mengalami keguguran; c. kesempatan dan fasilitas yang layak untuk pelayanan kesehatan dan gizi serta melakukan laktasi selama waktu kerja; d. waktu yang cukup dalam hal diperlukan untuk kepentingan terbaik bagi Anak dan/atau e. akses penitipan anak yang terjangkau secara jarak dan biaya" Di ayat selanjutnya, tertulis bahwa pihak pemberi kerja wajib memberikan hak cuti melahirkan tersebut.
 
Diah Pitaloka selaku Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI menjelaskan dalam laporannya bahwa awal mula pengaturan perancangan RUU tersebut merupakan pengaturan tentang kesejahteraan ibu dan anak secara umum. Namun, akhirnya disepakati bahwa fokus pengaturan RUU adalah pengaturan tentang kesejahteraan ibu dan anak pada fase seribu hari pertama kehidupan.
 
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga mengatakan, RUU ini merupakan wujud kehadiran Negara dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak sebagai sumber daya manusia dan generasi penerus bangsa yang unggul di masa depan.
 
"Izinkanlah kami mewakili Presiden Republik Indonesia (RI) dalam Rapat Paripurna yang terhormat ini dengan mengucap puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, Presiden RI menyatakan setuju Rancangan Undang-Undang tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak Pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan untuk disahkan menjadi Undang-Undang. Rumusan ini telah diuji kohesivitas substansinya sehingga lebih tajam dan komprehensif" ujar Menteri PPPA saat menyampaikan Pendapat Akhir Presiden atas RUU KIA pada Fase Seribu Hari Pertama Kehidupan

Ditulis oleh

Bagikan Artikel

Facebook
X
WhatsApp
LinkedIn
Email
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Kamu mungkin juga suka...