M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Pandemi COVID-19 memicu pembentukan Pandemic Treaty oleh WHO yang didukung oleh Presiden RI Joko Widodo dan 25 pemimpin lainnya. Tujuannya adalah memperkuat kesiapsiagaan dan respons pandemi, mengatasi kesenjangan akses VTD, serta memperjuangkan kesetaraan antara negara maju dan berkembang melalui transfer teknologi dan pendanaan yang adil.
Intinya… Pandemi COVID-19 memicu pembentukan Pandemic Treaty oleh WHO yang didukung oleh Presiden RI Joko Widodo dan 25 pemimpin lainnya. Tujuannya adalah memperkuat kesiapsiagaan dan respons pandemi, mengatasi kesenjangan akses VTD, serta memperjuangkan kesetaraan antara negara maju dan berkembang melalui transfer teknologi dan pendanaan yang adil.
Pengalaman pahit dari pandemi COVID-19 mendorong pembentukan inisiatif global baru bernama Pandemic Treaty atau Pandemic Agreement, yang diusulkan oleh WHO dan didukung oleh Presiden RI Joko Widodo bersama 25 kepala negara lainnya.
Inisiatif ini berakar dari pandemi COVID-19 lalu yang mengungkap kelemahan dalam sistem kesehatan global, terutama di negara berkembang. Di negara-negara tersebut terjadi kesulitan pendanaan dan akses terhadap vaksin, obat, dan diagnostik (VTD). Kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang semakin memperparah situasi ini. Juru Bicara Kementerian Kesehatan, dr. M Syahril, menyatakan bahwa 30% penduduk dunia belum mendapatkan vaksin.
Negosiasi Pandemic Treaty dimulai sejak Desember 2021 dan masih berlangsung. Indonesia aktif memperjuangkan isu-isu strategis seperti sistem surveilans, transfer teknologi, dan kesetaraan akses dalam menghadapi pandemi. Empat poin utama dalam Pandemic Treaty yang diperjuangkan Indonesia adalah:
1. Pathogen Access and Benefit-Sharing (PABS): Mendorong pembagian manfaat yang setimpal dalam data sharing patogen.
2. Instrumen One Health: Mengatur kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara komprehensif dengan dukungan negara maju.
3. Transfer Teknologi: Memastikan transfer teknologi yang berkeadilan untuk kebutuhan kesehatan masyarakat dan kemandirian produksi VTD di negara berkembang.
4. Pendanaan: Mendukung pendanaan yang setara dan dapat diakses oleh semua negara melalui mekanisme seperti Pandemic Fund.
2. Instrumen One Health: Mengatur kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan secara komprehensif dengan dukungan negara maju.
3. Transfer Teknologi: Memastikan transfer teknologi yang berkeadilan untuk kebutuhan kesehatan masyarakat dan kemandirian produksi VTD di negara berkembang.
4. Pendanaan: Mendukung pendanaan yang setara dan dapat diakses oleh semua negara melalui mekanisme seperti Pandemic Fund.
Negosiasi hingga kini masih menghadapi tantangan, terutama pada pasal-pasal terkait PABS, One Health, transfer teknologi, no-fault compensation, dan pendanaan. Namun, Indonesia berkomitmen untuk terus memperjuangkan kesetaraan antara negara maju dan berkembang.
Pemerintah Indonesia juga memperkuat legislasi nasional untuk menghadapi ancaman pandemi di masa depan. Dr. Syahril menegaskan bahwa WHO tidak memiliki wewenang untuk mendikte negara selama pandemi dan keputusan penanganan tetap menjadi tanggung jawab masing-masing pemerintah.
“Cukup sudah jutaan nyawa melayang, kehilangan pekerjaan, penyandang gangguan mental, kerugian ekonomi yang masif selama pandemi COVID-19. Jangan kita ulangi kesalahan yang sama. Kita harus mewariskan dunia yang lebih aman dan lebih baik bagi anak cucu kita,” tutup dr. Syahril.