M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Tupperware mengajukan kebangkrutan setelah mengalami kerugian akibat penurunan permintaan dan persaingan produk yang lebih murah dan ramah lingkungan. Perusahaan berencana melanjutkan operasinya sambil mencari pembeli, setelah bertahun-tahun menghadapi penurunan penjualan dan tantangan finansial pasca-pandemi.
Intinya… Tupperware mengajukan kebangkrutan setelah mengalami kerugian akibat penurunan permintaan dan persaingan produk yang lebih murah dan ramah lingkungan. Perusahaan berencana melanjutkan operasinya sambil mencari pembeli, setelah bertahun-tahun menghadapi penurunan penjualan dan tantangan finansial pasca-pandemi.
Tupperware Brands (TUP.N), yang dikenal sebagai produsen kontainer makanan ikonik, resmi mengajukan perlindungan kebangkrutan Chapter 11 pada Selasa, 17 September 2024. Langkah ini diambil setelah perusahaan terus mengalami kerugian akibat penurunan permintaan terhadap produk mereka yang dulunya sangat populer.
Popularitas Tupperware pertama kali melonjak pada tahun 1950-an, ketika para wanita generasi pasca-perang mengadakan "Tupperware Party" di rumah mereka. Acara tersebut menjadi simbol pemberdayaan dan kemandirian wanita sambil memasarkan kontainer penyimpanan makanan. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, Tupperware kehilangan pangsa pasarnya karena persaingan dengan perusahaan lain yang memproduksi kontainer lebih murah dan lebih ramah lingkungan.
Bulan lalu, perusahaan telah mengisyaratkan keraguan akan kelangsungan bisnisnya setelah beberapa kali memperingatkan risiko kebangkrutan akibat keterbatasan likuiditas. Menurut CEO Laurie Goldman, “Selama beberapa tahun terakhir, posisi keuangan perusahaan telah terdampak parah oleh kondisi makroekonomi yang menantang.”
Tupperware berencana untuk mendapatkan persetujuan pengadilan agar dapat terus menjual produknya selama proses kebangkrutan berlangsung. Selain itu, perusahaan juga menjajaki proses penjualan bisnisnya sebagai bagian dari upaya penyelamatan.
Tupperware telah berjuang untuk membalikkan nasib bisnisnya setelah beberapa kuartal mencatat penurunan penjualan. Kenaikan biaya tenaga kerja, pengiriman, dan bahan baku seperti resin plastik setelah pandemi turut memperburuk situasi keuangan perusahaan. Pada tahun 2023, saham Tupperware mengalami fluktuasi tajam di tengah fenomena "meme stocks," di mana investor ritel di media sosial menargetkan perusahaan yang sedang berjuang secara finansial.
Dalam pengajuan kebangkrutannya di Pengadilan Kebangkrutan AS untuk Distrik Delaware, Tupperware mencatat estimasi aset antara $500 juta hingga $1 miliar dan kewajiban antara $1 miliar hingga $10 miliar, dengan jumlah kreditur antara 50.001 hingga 100.000. Pada tahun 2023, perusahaan menyelesaikan kesepakatan dengan pemberi pinjaman untuk merestrukturisasi kewajiban utangnya dan menggandeng bank investasi Moelis & Co untuk mengeksplorasi opsi strategis guna menyelamatkan bisnis mereka.
Tekanan yang terus berlanjut dari persaingan, kenaikan biaya pasca-pandemi, dan strategi penjualan yang gagal menyesuaikan diri dengan perubahan perilaku konsumen modern menjadi penyebab utama runtuhnya bisnis yang pernah menjadi pelopor dalam produk penyimpanan makanan ini.