China Eksekusi Koruptor ‘Terbesar’-nya, Li Jianping

ANews

PukulEnam Newsletter

Bergabunglah bersama ribuan subscriber lainnya dan nikmati berita terhangat yang up-to-date setiap paginya melalui inbox emailmu, gratis!



M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… China mengeksekusi Li Jianping, koruptor terbesar dalam sejarah, atas penggelapan Rp 6,6 triliun. Eksekusi ini menunjukkan ketegasan kampanye anti-korupsi Xi Jinping, namun efektivitas hukuman mati dalam mengatasi korupsi sistemik masih diperdebatkan oleh para ahli.
 
China menunjukkan sikap kerasnya terhadap korupsi dengan mengeksekusi Li Jianping, mantan pejabat senior di Wilayah Otonomi Mongolia Dalam, pada Selasa, 12 Desember 2024. Li terbukti bersalah dalam kasus korupsi terbesar dalam sejarah negara itu, dengan nilai total lebih dari USD 421 juta (setara dengan 3 miliar yuan). Eksekusi ini mencerminkan tekad Presiden Xi Jinping dalam memerangi korupsi sebagai bagian dari kampanye besar-besaran yang dikenal dengan istilah "menangkap harimau dan lalat."
 
Li Jianping, yang sebelumnya menjabat sebagai sekretaris Komite Kerja Partai Komunis di zona pengembangan ekonomi dan teknologi Hohhot, dijatuhi hukuman mati pada September 2022. Setelah melalui proses banding yang tidak berhasil, hukuman tersebut diperkuat oleh pengadilan pada Agustus 2024, dan eksekusi dilakukan tanpa penundaan lebih lanjut.
 
Eksekusi Li adalah bagian dari gelombang tindakan keras terhadap korupsi yang dimulai sejak Xi Jinping menjabat pada 2013. Kampanye ini bertujuan untuk menangani korupsi di semua level pemerintahan, dari pejabat tinggi ("harimau") hingga pegawai rendahan ("lalat").
 
Selain Li, kasus serupa lainnya termasuk Bai Tianhui, mantan manajer umum China Huarong International Holdings, yang dijatuhi hukuman mati pada Mei 2023 atas suap lebih dari 1,1 miliar yuan. Liu Liange, mantan ketua Bank of China, juga dihukum mati pada November 2024 atas kasus korupsi senilai 121 juta yuan, meskipun dengan penundaan dua tahun.
 
Kampanye anti-korupsi ini tidak hanya menyasar pejabat sipil, tetapi juga militer, dengan beberapa mantan menteri pertahanan dan anggota tinggi Komisi Militer Pusat dicopot dan diselidiki atas tuduhan suap dan pelanggaran disiplin.
 
Hukuman mati untuk kasus korupsi di China sering digunakan untuk mengirim pesan tegas tentang intoleransi terhadap praktik tersebut. Namun, meskipun hukuman ini menciptakan efek jera, efektivitasnya dalam memerangi korupsi sistemik masih diperdebatkan.
 
Menurut laporan Transparency International, indeks persepsi korupsi (CPI) China meningkat dari skor 42 pada 2023 menjadi 45 pada 2024, menunjukkan kemajuan kecil dalam upaya pemberantasan korupsi. Namun, jumlah kasus korupsi yang terungkap terus meningkat, dari 170.000 pada 2013 menjadi 626.000 pada 2023.
 
Beberapa ahli berpendapat bahwa langkah-langkah keras seperti hukuman mati hanya mengatasi gejala, bukan akar permasalahan. Studi pada 2022, "The Death Penalty in China: Reforms and Its Future", mencatat bahwa reformasi sistemik dalam pemerintahan mungkin menjadi solusi yang lebih efektif dalam jangka panjang untuk mengatasi korupsi.
 
Eksekusi Li Jianping menegaskan tekad Xi Jinping untuk menunjukkan bahwa tidak ada toleransi terhadap korupsi di China. Namun, meskipun langkah ini dapat menciptakan efek jera, pemberantasan korupsi yang sepenuhnya efektif memerlukan reformasi sistemik yang lebih mendalam karena pendekatan yang hanya bergantung pada hukuman berat seperti hukuman mati tidak cukup untuk menghapus akar korupsi yang telah mengakar dalam sistem. 

Ditulis oleh

Bagikan Artikel

Facebook
X
WhatsApp
LinkedIn
Email
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Kamu mungkin juga suka...