M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Revisi Undang-Undang Penyiaran di Indonesia memperluas wewenang KPI terhadap konten digital, tetapi juga memunculkan kekhawatiran sensor dan pembatasan kebebasan berekspresi. Proses revisi masih berlangsung, dengan panggilan untuk transparansi dan partisipasi publik yang lebih luas.
Intinya… Revisi Undang-Undang Penyiaran di Indonesia memperluas wewenang KPI terhadap konten digital, tetapi juga memunculkan kekhawatiran sensor dan pembatasan kebebasan berekspresi. Proses revisi masih berlangsung, dengan panggilan untuk transparansi dan partisipasi publik yang lebih luas.
Sebuah langkah besar dalam regulasi penyiaran digital di Indonesia akan segera terjadi jika DPR mengesahkan revisi Undang-Undang Penyiaran. Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) diharapkan akan memperoleh kewenangan baru untuk mengawasi konten yang disiarkan melalui platform digital seperti Netflix, Amazon Prime, dan Disney+Hotstar.
Salah satu adalah Pasal 1 ayat (9) draf revisi UU Penyiaran mengatur bahwa "KPI adalah lembaga negara yang bersifat independen sebagai wujud peran serta masyarakat di bidang penyiaran yang ada di pusat dan di daerah, bertugas mengatur dan mengawasi isi siaran dan konten siaran".
Revisi ini bertujuan untuk memperluas definisi penyiaran yang selama ini terbatas pada televisi dan radio konvensional, mengakomodasi perubahan landskap media yang kini semakin didominasi oleh layanan streaming digital. "Melindungi masyarakat dari serangan konten-konten media digital internet yang punya potensi merusak karakter jati diri warna dan masa depan generasi muda Indonesia," ujar Komisioner KPI Pusat Mimah Susanti.
Namun, revisi ini juga menimbulkan kekhawatiran di kalangan aktivis kebebasan pers dan masyarakat sipil. Mereka berpendapat bahwa perluasan wewenang KPI dapat membuka pintu bagi sensor dan pembatasan kebebasan berekspresi.
"Ada tiga konsekuensi dari perubahan besar itu. Pertama, berarti karena undang-undangnya masuk ke wilayah digital, maka regulatornya, Komisi Penyiaran Indonesia, itu juga akan masuk ke wilayah digital. Kedua, ada beberapa larangan yang berlebihan atas konten digital karena logikanya mirip. Ketiga, akan ada poin di mana karena ada perubahan ini itu akan mengancam ke kebebasan pers," ujar Direktur Eksekutif Remotivi Yovantra Arief dalam dalam konferensi pers di Sekretariat AJI Indonesia, Jakarta, Rabu (24/4).
Revisi UU Penyiaran masih dalam tahap pembahasan, dan banyak pihak menyerukan transparansi serta partisipasi publik yang lebih luas dalam proses ini. Dengan potensi dampak yang signifikan terhadap ekosistem digital di Indonesia, mata publik akan terus tertuju pada perkembangan selanjutnya.