M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Presiden Jokowi mengganti sistem BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dengan Perpres No. 59 Tahun 2024. KRIS menetapkan standar layanan rawat inap yang lebih baik dan adil bagi semua peserta.
Intinya… Presiden Jokowi mengganti sistem BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dengan Perpres No. 59 Tahun 2024. KRIS menetapkan standar layanan rawat inap yang lebih baik dan adil bagi semua peserta.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan aturan baru terkait jaminan kesehatan yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan. Melalui aturan baru, Presiden Jokowi mengganti kebijakan Sistem Kelas 1,2,3 dalam BPJS Kesehatan menjadi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Penggantian tersebut tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Aturan ini disahkan oleh presiden Jokowi pada 8 Mei 2024.
KRIS merupakan standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh peserta BPJS Kesehatan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan rawat inap dan memberikan pelayanan satu kelas yang sama rata bagi pasien.
Sebelumnya, fasilitas kesehatan kelas I BPJS menempati kamar berkapasitas 2 orang per unit, kelas II berkapasitas 4 orang, dan kelas III berkapasitas 6 orang. Dengan standarisasi baru nanti, hanya ada maksimal 4 tempat tidur dalam satu kamar. Pengurangan tempat tidur akan menjadi salah satu dari 12 kriteria standar KRIS. Sementara 12 kriteria fasilitas kesehatan kelas rawat inap dengan KRIS yaitu:
- Komponen bangunan yang digunakan tidak memiliki tingkat porositas yang tinggi.
- Ventilasi udara memenuhi pertukaran udara pada ruang perawatan biasa minimal enam kali pergantian udara per jam.
- Pencahayaan ruangan buatan mengikuti kriteria standar 250 lux untuk penerangan dan 50 lux untuk pencahayaan tidur.
- Kelengkapan tempat tidur berupa 2 kotak kontak dan nurse call pada setiap tempat tidur.
- Adanya nakas per tempat tidur.
- Dapat mempertahankan suhu ruangan mulai 20 sampai 26 derajat Celcius.
- Ruangan telah terbagi atas jenis kelamin, usia, dan jenis penyakit (infeksi dan non infeksi).
- Kepadatan ruang rawat (kamar) dan kualitas tempat tidur (TT) harus disesuaikan untuk mencegah transmisi, memudahkan tenaga kesehatan dan alat kesehatan, serta kebutuhan ventilasi.
- Tirai/partisi dengan rel dibenamkan di plafon atau menggantung.
- Kamar mandi dalam ruang rawat inap.
- Kamar mandi sesuai dengan standar aksesibilitas.
- Outlet oksigen.
Ke 12 konsep diatas merupakan tujuan pemerintah untuk meningkatkan kualitas pelayanan perawatan pada masyarakat. Namun berdasarkan pendapat Koordinator advokasi BPJS watch Timboel Siregar menegaskan dalam wawancaranya di CNN Indonesia pada 19 Mei 2024 di channel youtube CNN Indonesia bahwa dengan terbitnya ketentuan ini, pemerintah harus memiliki program untuk memastikan peserta JKN mendapat kemudahan dalam mengakses ruang perawatan. Menurutnya, tidak boleh ada lagi kasus peserta JKN mengalami kesulitan akses ruang perawatan, sehingga pasien umum yang harus membayar biaya dengan kocek pribadi.
“Bila di sebuah RS memang kamar perawatannya penuh, Pemerintah (Kemenkes dan Dinkes) serta BPJS Kesehatan harus segera mencarikan RS yang mampu merawatnya dan merujuk ke RS tersebut, dengan ambulan yang dibiayai JKN,” tuturnya.
Sayangnya, lanjut dia, ketentuan ini tidak ada klausula yang mewajibkan pemerintah dan BPJS Kesehatan yang mencarikan RS yang bisa merawat, bila pasien JKN mengalami masalah di sebuah RS. “Saya berharap di Permenkes KRIS nanti klausula tersebut disebutkan secara eksplisit sehingga pemerintah dan BPJS Kesehatan benar-benar menjamin pasien JKN mudah mengakses ruang perawatan KRIS,” kata Timboel.
Penerapan KRIS menggantikan kelas BPJS Kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kualitas layanan rawat inap peserta.Selain itu, KRIS juga memberikan pelayanan satu kelas yang sama rata bagi pasien pengguna BPJS Kesehatan.Dengan begitu,pelaksanaan BPJS Kesehatan memenuhi ketentuan dan prinsip ekuitas atau keadilan.Penerapan KRIS juga sesuai dengan prinsip gotong royong. (*)
*) Penulis adalah Mahasiswa Program Magister Hukum Konsentrasi Kesehatan Universitas Hang Tuah Surabaya, saat ini melaksanakan Dokter Intership di Puskesmas Trawas, Mojokerto