Indonesia Sagne, Monetisasi Kecanduan Pornografi Laku Keras?

Addiction Expert

PukulEnam Newsletter

Bergabunglah bersama ribuan subscriber lainnya dan nikmati berita terhangat yang up-to-date setiap paginya melalui inbox emailmu, gratis!



M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Selama seminggu terakhir, kepolisian telah menangkap pelaku pengedar pornografi daring berbasis Telegram. Kasus ini mencakup konten pornografi anak, termasuk dari subjek balita. Tersangka M (20) dan RS (30) telah ditangkap, dengan omzet hingga Rp 12 juta. Kecanduan pornografi digital, yang mempengaruhi otak dan dapat menyebabkan gangguan mental seperti depresi dan kecemasan, serta masalah seksual, memerlukan pemahaman dan tindakan pencegahan melalui pendidikan, dukungan sosial, dan bantuan profesional untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari kecanduan.
 
Selama satu minggu ke belakang, kepolisian banyak menangkap pelaku pengedar pornografi daring berbasis telegram. Modus yang digunakan kurang lebih mirip, pelaku mengedarkan materi pornografi yang biasanya berupa gambar atau rekaman amatir melalui kelompok perpesanan eksklusif melalui telegram. Untuk mendapatkan "konten" tertentu, kita harus membayar secara satuan, atau berlangganan setiap bulannya. Mirisnya, pelaku mengumpulkan "konten" ini yang seringkali berupa porn revenge, atau dokumentasi pribadi tentang mantan pasangan yang "dijual" ke pengedar ini. Tidak hanya remaja atau orang dewasa yang menjadi subjek porno yang dijual, parahnya juga ditemukan konten pornografi anak-anak dibawah umur.
 
Tersangka M (20), yang diduga menjual video pornografi melalui aplikasi Telegram, telah aktif sejak 2023. Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, mengatakan bahwa tersangka memulai kegiatan ilegal ini dari Agustus 2023 hingga Juli 2024. Ade Safri mengungkapkan, “Tersangka berhasil memperoleh omzet antara Rp 5 juta hingga Rp 7 juta per bulan dari penjualan video porno tersebut,” saat dihubungi di Jakarta pada Selasa (30/7/2024). Ironisnya, tersangka M pernah menggunakan "promo ramadhan" dalam menjalankan usahanya. Tersangka menggunakan media sosial X dengan username @DeflamingoOfc (yang kini sudah ditutup) untuk mempromosikan konten video pornografi. Ia mengunggah gambar preview dari video tersebut dan menyediakan tautan yang mengarah ke akun Telegram dengan username Deflamingo Collection.
 
Ade Safri menambahkan, tersangka berhasil menarik ratusan pelanggan, dengan 107 orang aktif berlangganan di akun Telegramnya dan 25.000 pengguna mengikuti channel tersebut. Penangkapan tersangka ini terungkap pada 24 Juli 2024, ketika petugas Subdit Cyber Ditreskrimsus Polda Metro Jaya melakukan patroli siber di Telegram.
 
Tidak hanya M, tertangkap juga RS (30) di kawasan Jawa Timur. Ia menjual "konten" dengan tarif Rp100 ribu untuk "konten subjek dewasa" sampai Rp 300 ribu untuk "subjek" anak-anak berusa 9-10 tahun atau bahkan balita. Dengan ratusan member aktif, grup porno usungan RS bernama "Indomie Seleraku" ini dapat meraup omzet hingga Rp 12 juta tiap bulannya. Mengerikannya, justru "subjek anak" jadi yang paling diminati. Sedikit berbeda dengan M, RS juga mengumpulkan berbagai "konten" dari berbagai situs porno internasional.
 
"Yang paling diminati yang anak kecil. Saya donwload dari Telegram (grup porno lainnya) atau mencari di situs-situs atau website luar negeri. Awalnya lihat dari grup lain terus saya ikut-ikutan," Ungkap RS.
 
Kecanduan pornografi digital adalah masalah serius yang dapat memiliki dampak yang luas terhadap kehidupan seseorang. Menonton pornografi merangsang pelepasan dopamin, neurotransmitter yang terkait dengan rasa senang dan kepuasan. Seiring waktu, otak dapat mengembangkan toleransi terhadap rangsangan dopamin, memicu kebutuhan akan stimulasi yang lebih intens untuk mencapai kepuasan yang sama, mirip dengan kecanduan zat.
 
Studi menunjukkan bahwa kecanduan pornografi dapat mempengaruhi struktur dan fungsi otak. Misalnya, paparan berulang terhadap konten pornografi dapat menyebabkan perubahan pada area otak yang terkait dengan pengendalian impuls dan pengambilan keputusan. Penggunaan pornografi berlebihan sering kali dikaitkan dengan masalah mental seperti depresi, kecemasan, dan rasa bersalah. Kecanduan pornografi juga dapat berdampak pada kehidupan seks seseorang, menyebabkan disfungsi ereksi, penurunan libido, atau ketidakpuasan seksual. 
 
Dengan memahami penyebabnya dan menerapkan langkah-langkah pencegahan yang tepat, kita dapat mengurangi risiko kecanduan ini. Pendidikan, dukungan sosial, pengelolaan stres, dan bantuan profesional adalah kunci untuk mengatasi dan mencegah kecanduan pornografi digital. Melalui pendekatan yang holistik, kita dapat menciptakan lingkungan yang lebih sehat dan mendukung bagi individu untuk hidup bebas dari kecanduan.

Ditulis oleh

Bagikan Artikel

Facebook
X
WhatsApp
LinkedIn
Email
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments

Kamu mungkin juga suka...