M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Topan Yagi yang dilaporkan terjadi di Vietnam pada 9 September lalu masih menyisakan duka dan banyak "pekerjaan" untuk pemerintah dan masyarakat dengan jumlah korban yang terus bertambah.
Intinya… Topan Yagi yang dilaporkan terjadi di Vietnam pada 9 September lalu masih menyisakan duka dan banyak "pekerjaan" untuk pemerintah dan masyarakat dengan jumlah korban yang terus bertambah.
Topan Yagi yang memporak-porandakan Vietnam pada Senin (9/9) meninggalkan banyak luka dan tugas bagi pemerintah dan masyarakat. Bagaimana tidak, sampai saat ini jumlah korban meninggal diperkirakan sudah menyentuh angka 226 dan jumlah korban hilang adalah sebanyak 104 orang. Topan ini adalah topan terkuat selama 30 tahun terakhir, berdasarkan laporan masyarakat setempat. Ribuan orang sampai saat ini masih memerlukan bantuan karena harus menghadapi pemadaman listrik dan banyak yang terpaksa mengungsi untuk mencari tempat yang lebih aman.
Topan Yagi adalah topan yang dapat berkecepatan hingga 234 kilometer per jam di pusatnya, dan memicu hujan serta banjir besar di beberapa daerah di Vietnam. Tak hanya Vietnam saja, topan ini ternyata sudah menumbangkan Cina dan Filipina. Total sekitar 1,5 juta orang harus menghadapi kesulitan karena putusnya arus listrik, jaringan telekomunikasi, dan juga banyak lahan yang terdampak sehingga menghambat perekonomian. Topan Yagi memang masuk dalam kategori depresi tropis atau siklon tropis yang paling lemah, namun dengan menghangatnya suhu bumi akhir-akhir ini, maka topan apapun bisa bergerak lebih cepat dan memicu hujan lebat hingga banjir yang besar. Pertanyaannya, apa dampaknya bagi Indonesia?
Dampak Topan Yagi sebenarnya tak terlalu signifikan untuk Indonesia. Namun, bukan berarti masyarakat bisa mengabaikan kondisi udara dan cuaca di sekitar. Saat ini, bumi yang kian menghangat bisa membuat topan apapun bergerak cepat dan memicu bencana. Selain itu, secara tak langsung Topan Yagi bisa saja memicu tingginya gelombang air laut di beberapa daerah. Oleh karena itu, masyarakat harus tetap berhati-hati, waspada, dan tidak panik dalam menyikapi hal ini. Salah satu kebiasaan yang sering muncul akibat takut berlebihan saat bencana adalah 'panic buying'.
Kondisi 'panic buying' muncul ketika manusia merasakan hilang kontrol atau tidak aman. Ini mengakibatkan pembelian barang-barang yang sebenarnya tak dibutuhkan dalam jumlah besar, karena beranggapan "mungkin akan membutuhkannya di masa depan". Harus dibedakan antara 'panic buying' dan persiapan menghadapi bencana, agar tak membeli barang-barang yang belum diperlukan dan tidak banyak membuang biaya. Perbedaannya terletak pada tujuannya. Istilah persiapan menghadapi bencana artinya seseorang membeli beberapa jenis barang yang dibutuhkan saat bencana. Berbeda dengan 'panic buying' yang membuat seseorang membeli sesuatu untuk membuat nyaman keluarga tanpa mengetahui apakah tersebut benar-benar diperlukan atau tidak.