M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Resistensi antibiotik meningkat di Indonesia, terutama pada bakteri Klebsiella dan Escherichia coli. Kondisi ini mempersulit pengobatan, meningkatkan biaya, serta risiko kematian. Penggunaan antibiotik secara bijak dan kampanye nasional diperlukan untuk menanggulangi krisis resistensi ini.
Intinya… Resistensi antibiotik meningkat di Indonesia, terutama pada bakteri Klebsiella dan Escherichia coli. Kondisi ini mempersulit pengobatan, meningkatkan biaya, serta risiko kematian. Penggunaan antibiotik secara bijak dan kampanye nasional diperlukan untuk menanggulangi krisis resistensi ini.
Baru-baru ini, sebuah unggahan di media sosial X (sebelumnya Twitter) dari akun @BaseAnakFK (22/9/2024) menarik perhatian publik. Unggahan itu menampilkan selembar kertas yang mencatat daftar 21 antibiotik yang sudah tidak lagi efektif melawan bakteri Klebsiella. Fenomena resistensi antibiotik ini menjadi sinyal bahaya terkait penanganan infeksi bakteri di masa depan, khususnya di Indonesia, di mana bakteri Klebsiella sudah berkembang menjadi kebal terhadap berbagai antibiotik.
Apa itu Resistensi Antibiotik dan Bahayanya?
Resistensi antibiotik terjadi ketika bakteri, seperti Klebsiella, mengembangkan kemampuan untuk melawan obat yang seharusnya membunuh atau menghentikan pertumbuhannya. Kondisi ini tidak hanya terjadi pada Klebsiella, tetapi juga pada bakteri lain seperti Escherichia coli, yang menyebabkan infeksi di berbagai sistem organ manusia. Resistensi antimikroba (AMR) mempersulit pengobatan, memperpanjang masa sakit, serta meningkatkan biaya dan risiko kematian.
Data AMR di Indonesia
Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, dr. Azhar Jaya, SH, SKM, MARS, mengungkapkan bahwa data resistensi antimikroba di Indonesia didapatkan dari laporan rumah sakit sentinel. Pada tahun 2022, dari 20 rumah sakit yang melaporkan data, ditemukan 68% bakteri yang sudah kebal antibiotik. Angka ini meningkat menjadi 70,75% pada tahun 2023 dari 24 rumah sakit. Data ini menunjukkan peningkatan resistensi pada bakteri Escherichia coli dan Klebsiella pneumoniae, dua bakteri yang sangat berbahaya bagi manusia.
Azhar menambahkan bahwa pada akhir 2024, pengukuran resistensi antibiotik akan dilakukan di 56 rumah sakit sentinel di berbagai wilayah Indonesia. Data ini penting untuk memahami sejauh mana resistensi antimikroba telah menyebar di Indonesia.
Dampak Resistensi Antibiotik pada Pasien
Menurut laporan Kementerian Kesehatan, merawat pasien dengan infeksi resistensi antibiotik menjadi semakin sulit. Beberapa tantangan utama adalah:
- Pilihan obat yang terbatas: Antibiotik yang efektif mungkin tidak tersedia atau sangat mahal. Banyak bakteri resisten terhadap obat-obatan yang biasa digunakan.
- Lambatnya diagnosis: Untuk memastikan diagnosis yang akurat, diperlukan waktu untuk melakukan kultur dan uji kepekaan terhadap antibiotik. Hal ini memperlambat proses perawatan yang tepat.
- Efek samping yang berat: Pengobatan untuk infeksi resistensi antimikroba sering kali membutuhkan antibiotik dengan efek samping lebih berat atau toksisitas tinggi.
- Penyebaran infeksi: Infeksi yang resisten bisa menyebar cepat, terutama di rumah sakit, sehingga langkah pengendalian infeksi yang ketat diperlukan.
- Biaya tinggi: Perawatan pasien dengan resistensi antibiotik cenderung memerlukan waktu lebih lama, meningkatkan biaya rumah sakit dan beban pada pasien maupun sistem kesehatan.
Bijak Menggunakan Antibiotik
Untuk mencegah peningkatan resistensi antibiotik, masyarakat perlu lebih bijak dalam menggunakan obat-obatan ini. Dirjen Pelayanan Kesehatan, Azhar Jaya, menyarankan beberapa langkah penting, di antaranya:
- Gunakan antibiotik hanya jika diresepkan oleh dokter dan ikuti dosis yang diberikan.
- Jangan menggunakan antibiotik yang dibeli tanpa resep atau menyimpan sisa obat dari perawatan sebelumnya.
- Konsultasikan dengan dokter tentang manfaat dan risiko penggunaan antibiotik, serta tanyakan alternatif pengobatan jika tersedia.
- Terapkan pola hidup bersih dan higienis untuk mencegah infeksi yang dapat membutuhkan antibiotik, serta lakukan vaksinasi untuk mengurangi risiko terkena infeksi.
Upaya Pengendalian AMR di Indonesia
Menghadapi tantangan resistensi antibiotik, Kementerian Kesehatan RI telah mengimplementasikan Strategi Nasional Antimicrobial Resistance (Stranas AMR) 2025-2029. Program ini mencakup kampanye penggunaan antibiotik yang bijak, baik kepada masyarakat umum maupun tenaga kesehatan. Salah satu langkah penting adalah peningkatan kompetensi dokter dalam menangani penyakit infeksi dan penerapan standar pelayanan yang lebih ketat di fasilitas kesehatan.
Pengawasan penggunaan antibiotik juga akan diperketat melalui sistem rekam medis elektronik (RME) yang memungkinkan tenaga kesehatan melaporkan penggunaan antibiotik cadangan (reserve antibiotics) dan alasannya. Selain itu, tenaga medis yang bukan dokter dilarang meresepkan antibiotik kecuali mendapat izin khusus.