#SaveRajaAmpat, Tambang Nikel, dan Keresahan di Antaranya

TVRI News

PukulEnam Newsletter

Bergabunglah bersama ribuan subscriber lainnya dan nikmati berita terhangat yang up-to-date setiap paginya melalui inbox emailmu, gratis!



M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat diberhentikan sementara waktu sembari pemerintah mengevaluasi kembali izin dan juga verifikasi lapangan. Lantas, apa saja yang menyebabkan kehebohan terkait pertambangan nikel di Raja Ampat?
 
Aktivitas pertambangan nikel di Raja Ampat yang saat ini ramai dibahas sudah diberhentikan untuk sementara waktu. Hal ini dilakukan setelah banyaknya tuntutan masyarakat akan aktivitas pertambangan yang dinilai tak mempertimbangkan kesejahteraan lingkungan sekitarnya. Selain itu, adanya aktivitas pertambangan ini disinyalir dapat merusak keindahan terumbu karang di Raja Ampat yang sudah diakui dunia. 
 
Pertambangan di Raja Ampat dilakukan di kawasan pulau-pulau kecil. Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2014, aktivitas pertambangan di pulau-pulau kecil ini tidak boleh dilakukan. Oleh karena itu, sebenarnya apa yang dilakukan di daerah Raja Ampat melanggar undang-undang. Kegiatan pertambangan nikel di Raja Ampat ini juga sudah ditolak oleh banyak aktivis lingkungan dan aliansi masyarakat sipil karena membahayakan ekosistem. 
 
Terumbu karang di Raja Ampat adalah salah satu yang diakui dunia memiliki banyak kehidupan dan jenis yang tak ditemukan di tempat manapun. Terumbu karang ini juga menjadi tempat hidup banyaknya biota laut, termasuk ikan, siput laut, bulu babi, bintang laut, dan lain sebagainya. Kawasan ini juga memiliki sekitar 75% spesies terumbu karang dunia. Dampak hilirisasi nikel ini memiliki kemungkinan merusak kehidupan biota laut dan satwa khas daerah Raja Ampat. Adapun aktivitas penambangan nikel ini dilakukan di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran. Total pembabatan wilayah hutan untuk pertambangan nikel adalah sekitar lebih dari 500 hektare di ketiga pulau ini. 
 
Kerusakan yang dikhawatirkan sebenarnya bukan hanya karena pembabatan dan pengerukan wilayah, namun karena adanya aktivitas kapal tongkang yang bisa saja merusak terumbu karang saat melintas. Kekhawatiran ini ditampik oleh Kementerian ESDM (Energi dan Sumber Daya Mineral), yang diwakili oleh Direktur Jenderal Mineral dan Batubara (Minerba), Tri Winarno. Menurutnya, sedimentasi di area pesisir tak ada, jadi sebenarnya pekerjaan tambang nikel tak menimbulkan masalah yang berarti. Akan tetapi, pihaknya sudah menurunkan tim Inspektur Tambang untuk melakukan kegiatan inspeksi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) di Raja Ampat.
 
Bupati Raja Ampat, Orideko Burdam, juga mengatakan bahwa ia tak memiliki kewenangan terkait masalah ini karena semua proses penerbitan dan pencabutan izin ada di tangan pemerintah pusat. Sampai saat ini, Kementerian Lingkungan Hidup masih melakukan evaluasi terkait Persetujuan Lingkungan yang dikantongi perusahaan-perusahaan nikel di Raja Ampat. Terkait dampak nikel bagi lingkungan sekitar, pertambangan nikel bisa merusak ekosistem karena penebangan hutan besar-besaran, yang akhirnya menimbulkan gas rumah kaca, polusi udara dan air, hingga hilangnya keanekaragaman hayati karena deforestasi

Ditulis oleh

Bagikan Artikel

Facebook
X
WhatsApp
LinkedIn
Email
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Oldest
Newest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments

Kamu mungkin juga suka...