M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Jepang menghadapi lonjakan kasus sindrom syok toksik streptokokus (STSS), dengan 977 infeksi dan 77 kematian dilaporkan hingga 2 Juni 2024. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri streptococcus grup A, yang menyebabkan nekrosis jaringan dan kegagalan organ.
Intinya… Jepang menghadapi lonjakan kasus sindrom syok toksik streptokokus (STSS), dengan 977 infeksi dan 77 kematian dilaporkan hingga 2 Juni 2024. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri streptococcus grup A, yang menyebabkan nekrosis jaringan dan kegagalan organ.
Jepang kini menghadapi lonjakan infeksi bakteri pemakan daging atau sindrom syok toksik streptokokus (STSS), dengan total 977 kasus dilaporkan hingga 2 Juni 2024. Kondisi ini telah mengakibatkan 77 kematian, melebihi rekor tahun sebelumnya yang mencapai 941 kasus. Infeksi ini disebabkan oleh bakteri streptococcus grup A, yang dikenal juga sebagai streptococcus pyogenes.
Bakteri yang bertanggung jawab atas infeksi ini menyebabkan kondisi yang sangat serius, di mana jaringan tubuh mengalami nekrosis atau kematian jaringan, yang dapat berujung pada kegagalan organ. Gejala awal dari STSS termasuk sakit parah pada area yang terinfeksi, demam tinggi, dan kadang-kadang ruam. Dengan angka kematian yang dilaporkan mencapai 30%, situasi ini telah memicu kekhawatiran di kalangan masyarakat dan otoritas kesehatan.
Penyebaran bakteri ini telah dipercepat setelah Jepang mulai melonggarkan pembatasan COVID-19, menunjukkan pentingnya pengawasan kesehatan masyarakat yang ketat bahkan setelah pandemi mereda. Otoritas kesehatan Jepang sedang bekerja keras untuk menangani wabah ini dan telah mengeluarkan pedoman untuk mencegah penyebaran lebih lanjut dari bakteri mematikan ini.
Otoritas kesehatan Jepang, termasuk Institut Nasional Penyakit Menular (NIID), telah mengeluarkan pedoman untuk pencegahan lebih lanjut, seperti menjaga kebersihan tangan dan luka. Menteri Kesehatan Keizo Takemi mengimbau masyarakat untuk selalu waspada dan segera mencari perawatan medis jika muncul gejala yang tidak biasa.
Selain dampak langsung pada kesehatan, kasus ini juga menimbulkan kekhawatiran akan potensi penyebaran lebih luas akibat pemanasan global yang mempercepat perkembangan bakteri. Upaya pemerintah termasuk penanganan medis intensif dan penggunaan antibiotik untuk mengendalikan infeksi ini.