M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Anggaran Rp71 triliun untuk Badan Gizi Nasional dikritik karena lebih banyak digunakan untuk biaya operasional daripada untuk program makan bergizi gratis. Ada usulan agar program ini dikelola oleh Kementerian Kesehatan atau Kementerian Sosial untuk menghindari inefisiensi.
Intinya… Anggaran Rp71 triliun untuk Badan Gizi Nasional dikritik karena lebih banyak digunakan untuk biaya operasional daripada untuk program makan bergizi gratis. Ada usulan agar program ini dikelola oleh Kementerian Kesehatan atau Kementerian Sosial untuk menghindari inefisiensi.
Kekhawatiran masyarakat dan pengamat ekonomi terhadap anggaran Rp71 triliun yang dialokasikan untuk Badan Gizi Nasional terus bergema. Program makan bergizi gratis (MBG) yang diusung sebagai salah satu program unggulan presiden terpilih, Prabowo Subianto, diproyeksikan membutuhkan biaya sekitar Rp450 triliun per tahun untuk melayani 82,9 juta anak sekolah dan pesantren di seluruh Indonesia. Namun, kekhawatiran muncul bahwa anggaran tersebut lebih banyak terkuras untuk biaya operasional dan gaji pegawai daripada untuk makanan bergizi itu sendiri.
Badan Gizi Nasional, yang baru saja dibentuk melalui Peraturan Presiden Nomor 83 Tahun 2024, menghadapi kritikan tajam. Banyak yang berpendapat bahwa pembentukan badan baru ini tidak sejalan dengan semangat reformasi birokrasi yang selama ini digaungkan. Para pengamat menilai, program makan bergizi gratis seharusnya bisa dikelola oleh Kementerian Kesehatan yang sudah memiliki infrastruktur dan pengalaman dalam menangani isu gizi, tanpa perlu membentuk lembaga baru yang hanya akan menambah rantai birokrasi.
Direktur Next Policy, Yusuf Wibisono, mengungkapkan keprihatinannya, "Pembentukan lembaga baru adalah mahal, menambah panjang rantai birokrasi, serta berpotensi menimbulkan inefisiensi dari rendahnya koordinasi antar-instansi dan lemahnya sinergi dengan program pemerintah yang telah ada,"
Menanggapi kekhawatiran ini, Menteri Keuangan Sri Mulyani menegaskan bahwa anggaran Rp71 triliun yang dialokasikan untuk Badan Gizi Nasional memang mencakup seluruh kebutuhan operasional, termasuk gaji pegawai. Ia juga menyatakan bahwa proses perencanaan anggaran masih dalam tahap pembahasan, dan ia berkomitmen untuk memastikan bahwa alokasi dana tersebut akan diawasi dengan ketat untuk mencegah ketidakefisienan.
"Nanti juga kami akan bertemu dulu pimpinannya dan kami lihat. Proses anggarannya kan sekarang ini sedang dibuat," jelas Sri Mulyani.
Meski demikian, kekhawatiran akan potensi pemborosan dan ketidakefisienan tetap menjadi isu yang perlu diperhatikan. Beberapa pengamat bahkan menyarankan agar Badan Gizi Nasional dibubarkan jika terbukti tidak efektif dan program makan bergizi gratis diserahkan kembali kepada Kementerian Sosial sebagai bagian dari program bantuan sosial.
Dengan anggaran sebesar ini, masyarakat berharap program makan bergizi gratis dapat berjalan efektif dan tepat sasaran, mengingat pentingnya isu gizi bagi masa depan generasi muda Indonesia. Pemerintah diharapkan dapat menjawab keraguan ini dengan langkah-langkah konkret yang memastikan program ini mencapai tujuannya tanpa tersandung oleh masalah birokrasi dan inefisiensi.