M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… Kejaksaan Agung menetapkan 7 tersangka, termasuk 4 petinggi Pertamina dan 3 pihak swasta, dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak 2018-2023. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun akibat manipulasi impor, mark up kontrak, dan dugaan pengoplosan BBM.
Intinya… Kejaksaan Agung menetapkan 7 tersangka, termasuk 4 petinggi Pertamina dan 3 pihak swasta, dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak 2018-2023. Kerugian negara diperkirakan mencapai Rp193,7 triliun akibat manipulasi impor, mark up kontrak, dan dugaan pengoplosan BBM.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tujuh tersangka dalam kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina periode 2018-2023. Kasus ini mengakibatkan kerugian negara yang ditaksir mencapai Rp193,7 triliun.
Para tersangka diduga melakukan berbagai praktik korupsi, termasuk mengurangi produksi minyak dalam negeri secara sengaja untuk meningkatkan impor minyak, serta melakukan mark up kontrak pengiriman minyak impor. Selain itu, mereka juga diduga mengoplos minyak mentah berkualitas rendah (RON 90) dan menjualnya sebagai Pertamax (RON 92), yang dapat merugikan konsumen.
Sebanyak tujuh orang telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus ini, yang terdiri dari empat petinggi Pertamina dan tiga pihak swasta. Di antara mereka adalah RS, Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, dan SDS, Direktur PT Kilang Pertamina Internasional. Saat ini, seluruh tersangka telah ditahan untuk kepentingan penyidikan lebih lanjut.
Kerugian negara dalam kasus ini berasal dari skema ekspor-impor minyak yang diduga tidak transparan serta subsidi yang disalahgunakan. Dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) juga menimbulkan keresahan di masyarakat, khususnya pengguna Pertamax. Beberapa konsumen bahkan mempertimbangkan untuk mengajukan gugatan class action terhadap Pertamina jika terbukti adanya praktik pengoplosan yang merugikan.
Menanggapi kasus ini, pihak Pertamina dengan tegas membantah tuduhan pengoplosan BBM. Dalam pernyataannya, Pertamina memastikan bahwa seluruh produk BBM, termasuk Pertamax, telah melalui uji kualitas ketat dan sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah (RON 92). "Bisa kita pastikan tidak ada yang dirugikan di aspek hilir atau di masyarakat, karena masyarakat kita pastikan mendapatkan yang sesuai dengan yang mereka beli," menurut VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso
Pertamina juga menjelaskan bahwa isu terkait dugaan pengoplosan yang beredar di masyarakat lebih banyak disebabkan oleh kesalahpahaman serta informasi yang tidak akurat. Pihaknya menegaskan bahwa distribusi BBM diawasi dengan ketat untuk mencegah adanya praktik kecurangan. Selain itu, Pertamina berkomitmen untuk terus meningkatkan transparansi dalam tata kelola bisnisnya serta bekerja sama dengan aparat hukum dalam menyelesaikan kasus ini.
Kejagung terus melakukan penyidikan lebih lanjut dengan telah memeriksa 96 saksi terkait kasus ini. Skandal ini memicu desakan dari berbagai pihak agar dilakukan reformasi dalam tata kelola sektor migas untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas, guna mencegah praktik korupsi serupa di masa mendatang.