M.K.S.A (Mager Kepanjangan, Singkat Aja)
Intinya… PT Sritex resmi menghentikan operasinya pada 1 Maret 2025 setelah dinyatakan pailit, menyebabkan lebih dari 10.000 karyawan terkena PHK. Dengan utang mencapai Rp25 triliun, aset perusahaan akan dilelang untuk membayar kreditur. Pemerintah berupaya meredam dampak dengan pesangon, JKP, dan pelatihan kerja.
Intinya… PT Sritex resmi menghentikan operasinya pada 1 Maret 2025 setelah dinyatakan pailit, menyebabkan lebih dari 10.000 karyawan terkena PHK. Dengan utang mencapai Rp25 triliun, aset perusahaan akan dilelang untuk membayar kreditur. Pemerintah berupaya meredam dampak dengan pesangon, JKP, dan pelatihan kerja.
PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex), salah satu perusahaan tekstil terbesar di Indonesia, resmi menghentikan operasinya pada 1 Maret 2025 setelah dinyatakan pailit oleh Pengadilan Niaga pada Oktober 2024. Keputusan ini mengakibatkan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap lebih dari 10.000 karyawan, menimbulkan dampak besar bagi perekonomian lokal dan industri tekstil nasional.
Sritex, yang berdiri sejak 1966 dan dikenal sebagai "Raja Kain" Indonesia, mengalami tekanan keuangan dalam beberapa tahun terakhir. Perusahaan ini mencatat liabilitas (utang) sebesar US$1,6 miliar atau sekitar Rp25,01 triliun, dengan defisiensi modal mencapai -US$980,56 juta. Sebagian besar utang tersebut berupa liabilitas jangka panjang, termasuk pinjaman bank sebesar US$809,99 juta (sekitar Rp12,66 triliun) dari 28 bank.
Setelah putusan pailit, tim kurator mulai membereskan aset Sritex melalui proses lelang untuk membayar kreditur. Seluruh harta pailit perusahaan akan dijual secara transparan dan terbuka guna menyelesaikan kewajiban finansial.
Pada 26 Februari 2025, tim kurator resmi mengumumkan PHK terhadap 10.665 karyawan. Keputusan ini diambil guna menjaga aset perusahaan dan mencegah kerugian lebih lanjut. Namun, kebijakan tersebut menimbulkan keresahan di kalangan pekerja, terutama karena terjadi menjelang bulan Ramadan dan Lebaran, yang merupakan periode krusial bagi banyak keluarga Indonesia.
Pemerintah, melalui Kementerian Ketenagakerjaan serta pemerintah daerah, telah mengambil langkah-langkah untuk meredam dampak PHK massal ini. Beberapa kebijakan yang ditempuh meliputi pembayaran pesangon dan Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP), penyediaan lowongan kerja, serta program pelatihan keterampilan (reskilling) bagi para pekerja yang terdampak.
Selain itu, pemerintah berencana mengevaluasi kebijakan industri guna melindungi sektor tekstil dalam negeri, termasuk pengendalian impor ilegal yang dinilai berkontribusi terhadap penurunan daya saing industri lokal.
Penutupan Sritex menimbulkan kekhawatiran besar bagi masa depan industri tekstil dan garmen Indonesia. Sebagai salah satu pemain utama di sektor ini, kebangkrutan Sritex dapat mengurangi daya saing industri nasional serta meningkatkan ketergantungan terhadap impor tekstil.
Meskipun demikian, pemerintah dan berbagai pemangku kepentingan berkomitmen untuk membantu para pekerja terdampak dan mencari solusi bagi keberlangsungan industri tekstil dalam negeri. Langkah-langkah seperti penyediaan lapangan kerja baru, program pelatihan keterampilan, serta kebijakan strategis diharapkan mampu mengurangi dampak negatif dari kebangkrutan Sritex dan menghidupkan kembali sektor tekstil nasional.